Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BIOGRAFI SINGKAT IMAM MUSLIM

BIOGRAFI SINGKAT IMAM MUSLIM



A.    Nama Lenkap Imam Muslim dan Lahir Beliau

Beliau adalah Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, berasal dari suku Qusyairi yang merupakan kabilah Arab terkenal[1]. Lahir tahun 204 H dan ada yang mengatakan tahun 206 H. Sejak berusia dini beliau telah belajar, yakni tahun 218 H. beliau belajar kepada guru-guru beliau di negeri beliau, kemudian melakukan pengembaraan untuk menuntut ilmu. Berkali-kali beliau pergi ke Baghdad. Di tengah-tengah perjalanan ilmiah itu, beliau banyak bertemu imam hadis dan para hafidz di Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan lain-lain[2]. Sewaktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, imam Bukhari banyak menemui beliau. Keutamaan dan keluasan ilmunya segera di kenal. beliau berguru kepada Imam Ahmad ibn Hambal, guru Bukhari Ishaq ibn Rahuyah dan masih banyak yang lain. Adapun yang meriwayatkan darinya (muridnya) antara lain Imam Turmidzi, Ibn Khuzaimah, Yahya ibn Sa’id, dan Abdurrahman ibn Abi Hatim[3].

B.     Perlawatan

Beliau mengambil ilmu dari para ulama' senior sebelumnya dan para ulama' ternama sezaman-nya. Beliau melakukan rihlah (menempuh perjalanan panjang unruk mencari ilmu) ke Iraq, ke negeri Hijaz, Syam, Mesir, dan lainnya, selain kepada al-Imam al-Bukhari beliau juga menimba ilmu kepada Yahya ibn Yahya an-Naisaburi, Qutaibah ibn Sa'id, Ishaq ibn Rahawaih, Muhammad ibn Mihrah, Ahmad ibn Hanbal, Ibrahim ibn Musa al-Farra', dan para ulama'-ulama' lainnya di berbagai daerah.

Imam muslim mengadakan perlawatan ke berbagai negeri untuk mencari ḥadith. beliau pergi ke hijaz irak, syam mesir, dan negara-negara lainya untuk mencari ḥadith dan memperdalam ilmunya. Dalam lawatanya imam muslim banyak berguru pada yahya ibn yahya dan ishaq ibn rawahaih. Di irak beliau belajar ḥadith kepada ahmad ibn hambal dan abdullaoh ibn maslamah. Di hijaz beliau belajar kepada sa'id ibn mansur dan abu mas'ud. Di mesir beliau berguru kepada awaribn sawad dan harmalah ibn yahya dan juga kepada ulama' ḥadith lainya[4].

C.    Kitab-Kitab Imam Muslim

Imam An Nawawi menceritakan dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat bahwa Imam Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya:

1.      Kitab Ṣaḥiḥ muslim (sudah dicetak)

2.      Kitab Al Musnad Al Kabir ‘Ala Asma Ar Rijal

3.      Kitab Jami’ Al Kabir ‘Ala Al Abwab

4.      Kitab Al ‘Ilal

5.      Kitab Auhamul Muhadditsin

6.      Kitab At Tamyiz (sudah dicetak)

7.      Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahidin

8.      Kitab Thabaqat At Tabi’in (sudah dicetak)

9.      Kitab Al Muhadramain

Kemudian Adz Dzahabi pun menambahkan dalam Tahdzibut Tahdzib bahwa Imam Muslim juga memiliki karya tulis lain yaitu:

1.      Kitab Al Asma Wal Kuna (sudah dicetak)

2.      Kitab Al Afrad

3.      Kitab Al Aqran

4.      Kitab Sualaat Ahmad bin Hambal

5.      Kitab Ḥadith ‘Amr bin Syu’aib

6.      Kitab Al Intifa’ bi Uhubis Siba’

7.      Kitab Masyaikh Malik

8.      Kitab Masyaikh Ats Tsauri

9.      Kitab Masyaikh Syu’bah

10.  Kitab Aulad Ash Shahabah

11.  Kitab Afrad Asy Syamiyyin[5]

D.    Guru dan Murid Imam Muslim

Dalam Tahzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang Ḥadithdari 10 orang guru yaitu:

1.      Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 ḥadith.

2.      Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 ḥadith.

3.      Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772 ḥadith.

4.      Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 ḥadith.

5.      Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 ḥadith.

6.      Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 ḥadith.

7.      Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar 460 ḥadith.

8.      Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 ḥadith.

9.      Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar 300 ḥadith.

10.  ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 ḥadith[6].

Selain disebutkan diatas imam muslim masih bayak memiliki guru diantaranya usman dan abu bakar keduanya putra abu shaibah. Shaibah ibn farwakh, abu kamil al juri, zuhair ibn harb, amr al naqid, muhammad ibn musanna, muhammad ibn yassar harun ibn sa'id al- ijli,  dan qutaibah ibn sa'id. Disamping itu banyak ulama' hadith masa itu berguru pada iamam muslim dan menerima haith darinya,  diantaranya adalah abu isa al- tirmidhi, yahya ibn sa'id muhammad ibn sufyan, muhammad ibn ishaq ibn khuzaimah, abu awanah ya'qub. Imam muslim bayak menghasilakan karya kitab hadithyang terkenal dan bermanfaat. Serta masih tetap beredar hingga kini. Diantaranya Al-Jãmi’ Al- Ṣaḥiḥ yang terkenal dengan Ṣaḥiḥ muslim. Para ulama' hadith menyebut kitab ini kitab yang belum pernah dijumpai sebelum dan sesudahnya dalam tertib susunanya, tidak bertukar-tukar, tidak berlebih dan tidak berkurang sanadnya[7].

Adapun diantara murid-murid kenamaan beliau adalah Muhammad ibn Abdil Wahhab al-Farra' dan Ali ibn al-Hasan ibn Abi Isa al-Hilali, keduanya adalah murid senior beliau, Shalih ibn Muhammad, Ahmad ibn Maslamah, dan Ahmad ibn al-Mubarak mereka adalah sahabat-sahabat karib beliau dan masih banyak lagi murid-murid beliau yang lainnya.

E.     Metode Dan Sistematika Ṣaḥiḥ muslim

Penulis kitab Ṣaḥiḥ muslim adalah Abu Al Husain Muslim Ibn Hajaj Al Qusyairi. Kitab ini disusun denagn sistematia yang baik, sehingga isi ḥadith - ḥadith nya tidak bertukar tukar dan tidak berlebihan dan berkurang sanadnya. Secara global kitab ini tidak ada bandinganya didalam ketelitian menggunakan isnad. Ṣaḥiḥ muslim telah disarah oleh lama'-ulama' ḥadith sebanyak 15 buah, seperti al-Mu'lim bil fawaidi muslim oleh Mazary, Al Ikmal leh al Qadi 'iyad, Minhaj Al Muhaddithin Oleh Al-Nawawi, Ikmal Al -Iklmal Oleh Al-Zawawi, dan  Ikmal Al -Iklmal Li Mu'lim Oleh Abu Abdullah Muhammad Abi Al -Maliki. Diantara yang mengihtisarkanya adalah al-qurtubi yang disyarahkan kembali dalam kitabnya al mufhim, zawaidnya telah disarah oleh ibn al-mulaqqin[8].

Berdasarkan  jalan yang ditempuh imam  muslim dalam mentakhrijkan ḥadith nya, para ulama'  memandang bahwa muslim meriwayatkan ḥadith yang sempurna,  yang memiliki syarat-syarat keṣaḥiḥan dan memiliki sanad  muttasildengan syarat adil dan kuat hafalan dari awal  hingga  ahir tanpa shad dan ‘ilat. Hal itulah yang menjadikan ḥadith dalam kumpulan Ṣaḥiḥ muslim memilki keunggulan dari kitab hadith yang lain. Disamping itu muslim sangat teliti, sehingga ia bedakan antara kata ḥaddathanã dengan kata akhbarona. Yang pertama mengandung pengertian bahwa hadith tersebut langsung didengar melalui ucapan guru, sedangkan yang kedua hadith itu dabacakan atas nama guru. Hadith hadith tersebut ditulis dengan matan yang sempurna tanpa pengulangan[9].

Imam muslim telah menjadikan prinsip ‘an’anah (transfer secara langsung antara periwayat hadith dengannara sumber hadith) sebagai azaz dalam pola seleksi mutu transmisi hadith. Karena asas itulah imam muslim selalu memelihara bukti kepastian bahwa antar pendukung riwayat itu benar-benar hidup semasa ( mu’asarah) yang mungkin pila dapat dibuktikan segi kecukupan waktu bagi proses berlangsungnya kintak pribadi( subutu al-liqa’i) antar mereka[10].

Syarat kepribadian rijalul ḥadith mengutamakan mereka yang hafidz dan mutqin(profesionala dalam ilmiah hadith),adil lagi pula ḍabit( terpercaya hafalanya). Jujur serta terjamin stabil cara berfikirnya. Koleksi sahih muslim menampung pula ḥadith - ḥadith eks perawi yang tingkat hafalan dan keahlianya ḥadith nya kaliber menengah. Perawi setingkat mereka lazim disejajarkan dengan peringkat ( ṭobaqah) kedua. Yang jelas imam muslim sama sekali tidak memberi tempat pada perawi ḥadith yang disepakati kelemahan pribadinya atau perawi ḥadith yang disepakati kelemahan pribadinya atau perawi ḥadith yang sekalian ulama’ muhaddisthin menolak periwayatanya. Koleksi ḥadithpada Ṣahih Muslim mengkhususkan pada ḥadith - ḥadith musnad, muttasil, nyata bersandar(marfu’) kepada nabi/ rasulullah SAW, sejalan dengan spesifikasi tersebut maka sulit dijumpai Qoul ( ucapan sahabat) apalagi qoul tabi’in[11].

Tata letak dalam menyajikan ḥadith senantiasa diawali dengan ḥadith yang berkualitas tersahih disusul kemudian dengan hadis sahih dan urutan terahir untuk ḥadith yang diunggulkan sebagai sahih. Ḥadith- ḥadith dengan aliokasi terahir itulah yang menurut analisa Alqadi’iyadh setara dengan ḥadith ḥasan seperti pola koleksi yang dilakukan oleh ibnu huzaimah dan ibnu hibban[12].

Pengantar sanad maupun redaksi matan sepenuh hadis-hadis koleksi sahih muslim menjunjung tinggi tehnik riwayah billafdzi, yakni cara pengungkapan seluruh batang tubuh hadis dengan mempertahankan keaslian redaksinya. Pemuatan hadis dalam sahih muslim selalu diwarnai oleh penyajian inormasi matan selengakapnya tntas dan utuh.  Pola penyajian semacam itu telah menjadi redaksi suatu hadis dalam sahih muslim demikian panjang, mirip laporan pandangan mata yang sempurna[13].

Periode penapisan dan penyusunan sahih muslim berlangsung selama masa hidup guru-guru imam muslim dan seluruhnya dikerjakan dirumah kediaman tetap beliau. Proses tersebut amat menunjang segi kerapian tex dan menjadi kecil kemungkinan salah tulis dalam mencantumkan nama pera pendukung/rijal hadisnya. Pada tahap ahir proses pengujian mutu validitas hadis imam muslim memanfaatkan konsultasi rutin dengan ulama’ hadis di naisabur bernama abu zu’rah arrazi  (w.264H ). Setioap kali abu zurah arrazi mengisyaratkan indikasi illat segera saja imam muslim membatalkan pemuatan hadis berilat itu kedalam koleksi sahihnya. Apabila abu zur’ah tidak mencurugainya maka ḥadith tersebut akan dimuatnya[14].

F.     Perbandingan Antara Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

Bukhari dan Muslim telah memberikan sepenuh usahanya untuk mnyusun kitab Shahih mereka masing masing secara ilmiah yang memenuhi syarat-syarat ke Shahihan hadis yang disepakati para ulama. Karenanyalah kedua Shahih ini diterima baik oleh masyarakat islam dan ahli ilmupun berpendapat bahwa kedua kitab itu adalah kitab yang paling Shahih sesudah Al-quran.

Syaikhul islam Ibni Taimiyah berkata:

Tak ada di bawah kolong langit ini sesuatu kitab yang lebih Shahih dari Al-bukhari dan Muslim, sesudah Al-quran.”

Al-imam Ad-Dahlawi berkata:

Adapun Shahih Bukhari dan Muslim telah disepakati ahli hadis bahwa segala hadis yang terdapatdi dalamnya, yang muttasil Lagi Marfu’, adalah Shahih dengan secara qathi dan kedua Shahih itu diterima secara mutawatir dari penyusun-penyusunnya.orang yang meremehkan kedua kitab itu adalahorang yang mubtadi’ yang mngikuti jalan yang bukan jalan yang beriman.”

Sesungguhnya masing-masingShahih ini mempunyai keistimewaan-keistimewaan sendiri.Al-Bukhari membuat judul setiap bab bagi masing-masing kitab, dan sebahagian hadis disebut pula berulang kali pada beberapa tempat lantaran keadaan yang menghendaknya.Dan terkadang-kadang hadis-hadis itu diambil sebahagian-sebahagian ditempatkan dibeberapa tempat untuk menerangkan sesuatu hokum, atau menanbah sesuatu faedah, atau untuk menguatkan kemuttasilan sanad hadis itu.

Muslim tidak berbuat demikian. Tetapi segala sanad hadis dikumpulkan pada suatu tempat dengan dikemukakan sanad-sanadnya dan lafaz-lafaznya yang berbeda-beda.Karena itu mencari hadis dalam Shahih Muslim lebih mudah, karena hadis –hadis suatu bab(masalah) dikumpulkan dalan suatu tempat.

Jumhur ahli ilmu menomorsatukanShahih Bukhari dan menomorduakan Shahih Muslim.Tetapi ulama –ulama maghribi yakni sebagian dari mereka, menomorsatukanShahih Muslim.

Ada yang mengatakan bahwa sebabnya ulama-ulam maghribi, mendahulukan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari , adalah karena Muslim mengumpulkan segala jalan hadis di suatu tempat, mudah kita mencarinya dan mengistimbatkan hukum dari padanya.

Sebab yang dikemukakan ini tidaklah memberi pengertian bahwasanya Shahih Muslim lebih Shahih daripada Shahih Al-Bukhari.Jumhur ahli ilmu mendahulukan Shahih Al-Bukhari atas Shahih Muslim, karena banyak benar mengandung faedah dank arena sebab-sebab yang lain.

Sebahagian ulama menginsafi keadaan ini lalu berkata dalam dua bait syair:

Segolongan orng berbeda pendapat tentang Al-Bukhari dan Muslim dihadapanku.Mereka bertanya:,,Mana diantara dua kitab ini yang anda dahulukan ? maka aku menjawab:,,, Sesungguhnya Al-Bukhari mengatasi Muslim  tentang ke Shahihannya, sebagaimana Muslim mengatasi Bukhari tentang kebagusan susunan tertibnya.”

 Dalam memahami dan menerapkan persyaratan diatas, terdapat sedikit perbedaan antara Imam Muslim dan Imam Bukhari, yaitu dalam masalah ittishal al sanad (persambungan sanad). Menurut Imam Muslim, persambungan sanad cukup dibuktikan melalui hidup semasa (al mu’asharah) antara seorang guru dengan muridnya, atau antara seorang perawi dengan perawi yang menyampaikan riwayat kepadanya. Bukti bahwa keduanya pernah saling bertemu (al liqadh), sebagaimana yang disyaratkan oleh Imam Bukhari, tidaklah dituntut oleh Imam Muslim, karena menurut Imam Muslim seorang perawi yang tsiqat tidak akan mengatakan bahwa dia meriwayatkan sesuatu Hadis dari seorang kecuali dia telah mendengar langsung dari orang tersebut, dan dia tidak akan meriwayatkan sesuatu dari orang yang didengarnya itu kecuali apa yang telah dia dengar[15].

Imam Muslim dengan kitab Shahih-Nya tersebut dinyatakan oleh para Ulama Hadis sebagai orang kedua, setelah al Bukhari, yang menghimpun Hadis-hadis Shahih saja di dalam kitabnya itu[16].

G.    Jumlah Hadis dalm Shahih Muslim

Menurut perhitungan M. Fu’ad ‘Abd al Baqi, kitab ini berisi 3.033 hadis. Metode perhitungan tidak didasarkan pada sistem isnad, tapi pada subjek. Seperti kita ketahui, muhatditsin biasa menghitung melalui isnad. Maka, jika metode ini kita terapkan, jumlahnuya mungkin akan meningkat dua kali.[17]

H.    Wafat dan Maqom Imam Muslim

Beliau wafat  pada hari Ahad sore  dan di kebumikan dikampung Nsr Abad,  salah satu daerah di luar Nisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H/5 Mei 875 M, dalam usia 55 tahun, mudah-mudhan amal bliau di terima disisi allah[18]

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Al Suythi, Tadrib al Rawi, h. 49; Ibn al Shalah, ‘ulum al Hadis

Azami, memahami ilmu-ilmu hadis

Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).

http://muslim.or.id/biografi/mengenal-imam-muslim.html diakses 24 mei 2015

Muhammad ¬iya’ ar-Rahman al-A’zhimi, Dirasat fi al-Jarh wa at-Ta’d³l, Maktabah al-Ghurba’ al-Atsriyyah, Madinah, 1995

Nawer yuslem, ulumul hadis, (Jakarta: PT. Mutiara sumber widya cet:1)

Prof. Zainul Arifin MA, Studi Kitab Hadith(Surabaya : Almuna,2010).

Solahuddin ,M, Drs. M . Ag dan  Agus Suyadi , Lc. M, Ag. Ulumul Hadist. Pustaka setia, Bandung

Yahya ibn Syaraf an-Nawawi ad-Dimsyiqi as-Syafi’i, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Juz-1, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1995

 



[1] Yahya ibn Syaraf an-Nawawi ad-Dimsyiqi as-Syafi’i, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Juz-1, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1995, h 3.

[2] Muhammad ¬iya’ ar-Rahman al-A’zhimi, Dirasat fi al-Jarh wa at-Ta’d³l, Maktabah al-Ghurba’ al-Atsriyyah, Madinah, 1995, h 414.

[3] Yahya ibn Syaraf an-Nawawi ad-Dimsyiqi as-Syafi’i, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Juz-1, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1995, h 3.

[4] Prof. Zainul Arifin MA, Studi Kitab Hadith(Surabaya : Almuna,2010).h 107.

[7] Prof. Zainul Arifin MA, Studi Kitab Hadith(Surabaya : Almuna,2010).h 107.

[8] Prof. Zainul Arifin MA, Studi Kitab Hadith.h 108.

[9] Prof. Zainul Arifin MA, Studi Kitab Hadith.h 109.

[10] Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).h 55.

[11] Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).h 55.

[12] Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).h 55.

[13] Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).h 56.

[14] Hasjim abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu’tabar( Surabaya: Bagian Penerbitan Fakultas Ushuludin IAIN sunan ampel surabaya, 2003).h 56.

[15] Nawer yuslem, ulumul hadis, (Jakarta: PT. Mutiara sumber widya cet:1), h 482-483.

[16] Al Suythi, Tadrib al Rawi, h. 49; Ibn al Shalah, ‘ulum al Hadis, h. 14.

[17] Azami, memahami ilmu-ilmu hadis, h 166.

[18] Solahuddin ,M, Drs. M . Ag dan  Agus Suyadi , Lc. M, Ag. Ulumul Hadist. Pustaka setia, Bandung 2011.h 235


Posting Komentar untuk "BIOGRAFI SINGKAT IMAM MUSLIM"