Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RIWAYATU’L-AKABIR ‘ANI’L-ASHAGHIR


A.   RIWAYATU’L-AKABIR ‘ANI’L-ASHAGHIR

Menurut bahasa berasal dari kata Al-Kabiru adalah bentuk jama’ dari As-Shaghiru dan artinya adalah riwayat orang besar dari orang kecil. Sedangkan menurut istilah :

“riwayatu’l-akabir ‘ani’l-ashaghir adalah riwayat seseorang dari seorang perawi yang lebih rendah umurnya dan thabaqahnya  atau lebih rendah ilmu nya”.[1]

Pendapat lain mengatakan:

 riwayatu’l-akabir ‘ani’l-ashaghir adalah seseorang yang meriwayatkan hadis dari rawi yang dibawahnya dalam hal umur dan memperoleh hadis dari guru, seperti riwayat Zuhri dari Malik,sebab Zuhri lebih tua umurnya dan lebih dulu tingkatkanya dari pada Malik.

Termasuk juga riwayat riwayatu’l-akabir ‘ani’l-ashaghir adalah riwayat sahabat dari tabi’in, guru dari muridnya, dan bapak dari anaknya. Seperti gadis yang diriwayatkan oleh Abbas dari Abdul Muthalib dari anaknya Al-Fadhli :

اِنَّ رَسُوْ لَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلَا تَيْنِ بِا الْمُزْدَلِفَةَ

Artinya : Sesungguhnya Nabi saw. menjamak dua shalat di Muzdalifah.

 

Adapun faedah mengetahui riwayat semacam ini adalah supaya jangan sampai timbul sangkaan bahwa orang yang diriwayatkan itu lebih utama sebab itulah yang lebih berlaku.[2]

Contoh dikalangan tabi’in adalah riwayat Wa’il dari anaknya, Bakar bin Wa’il sebanyak delapan puluh buah hadis. Diantaranya Wa’l dari Bakar dari Zuhri dari Anas yang berkata:

اَنَّ الَّنبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ اَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةً بِسَوِ يْقٍ وِتَمْرَ.

Artinya: Sesungguhnya Rasulullah saw. membuat walimah saat perkawinannya dengan shafiyah dengan jamuan juwaig (bubur tepung gandum) dan kurma.[3]

Yang dimaksud dengan riwayatu’l-akabir ‘ani’l-ashaghir, ialah periwayatan hadits seorang rawi yang lebih tua usianya atau lebih banyak ilmunya dari rawi yang lebih rendah usianya atau yang lebih sedikit ilmunya yang diperoleh dari seorang guru.

Para muhadditsin mengemukakan dasar adanya riwayatu’l-akbari ‘ani’l-ashaghir ini, ialah sabda rasulullah saw. tentang al-Jassasah ( Dajjal ), yang dalam hadits tersebut Nabi memperoleh cerita dari Tamim Ad-Dary :

 

اَتَدْرُوْنَ لِمَ جَمَعْتُكُمْ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمْ قَالَ : إِنِّى وَاللهُ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلَالِرَهْبَةٍ، وَلَكِنْ جَمَعْتُكُمْ لِأَنَّ تَمِيْمًا الدَّارِىَّ كَانَ رَجُلًا نَصْرَانِيًّا، فَجَاءَفَبَايَعَ وَحَدَّسَنِى حَدِيْثًا وَافَقَالَّذِى كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْ مَسِيْحِ الدَّجَّالَ .....

Artinya : Tahukah  mengapa kamu sekalian saya kumpulkan ? “ Hanya Allah dan Rasul-Nya lah  yang lebih tahu”, sahut mereka. “ Demi Allah, saya kumpulkan kamu, bukan untuk menggembirakan dan menakut-nakuti, tetapi ku kumpulkan kamu sekalian, karena Tamim Ad-Dary, konon ia adalah seorang Nasrani, lalu datang meminta Bai’at ( masuk islam ) dan menceritakan kepadaku sesuatu cerita yang persis dengan apa yang saya ceritakan kepadamu tentang Masihid-Dajjal ……..

Termasuk dalam pengertian riwayatu’l-akbari ‘ani’l-ashaghir ialah riwayatu’sh-shabat ‘ani’t-tabi’iy, riwayatu’t-tabi’iy ‘ani’t-tabi’in dan riwayatu’l-aba’I ‘ani’l-abna’I ( periwayatan bapak dari anak-anak ).

Gambaran riwayatu’sh-shabat ‘ani’t-tabi’it-tabi’in seperti periwayatan sahabat Ibnu Abbas ra atau Abu Hurairah ra. Atau lain sebagainya dari Ka’ab Al-akhbar, seorang tabi’iy.

Dan gambaran riwayatu’l-tabi’iy ‘anit-tabi’in ialah seperti periwayatan seorang tabi’iy Muhammad bin Syibah az-Zuhry dari Imam Malik, seorangImam Madzhab dan Muhaddits dari thabaqah tabi’it-tabi’in.

Di antara contoh hadits yang periwayatannya diklasifikasikan dengan riwatattu’l-aba’I ‘ani’l-abna’I yang diriwayatkan oleh Musyas dari Atha dari Ibnu Abbas bin Abdul Muththalib ra. Dari putranya al-Fadli :

faedah mengetahui riwayatu’l-akabir ‘ani’l-ashaghir ini, ialah untuk menghindari prasangka bahwa pada sanadnya terjadi pemutar balikan rawi dan untuk menjauhkan prasangka kebanyakan orang, bahwa sang guru itu tentu lebih pintar dari pada muridnya Padahal tidak tentu demikian.[4]

Kadang-kadang orang yang lebih tinggi derajatnya atau lebih tua umurnya meriwaytkan hadits dari orang yang lebih rendah atau lebih muda. Para ulama menyatakan :” Seseorang tidak akan memiliki kepandaian yang sempurna sebelum ia meriwayatkan hadits dari orang yang lebih tinggi darinya, dari yang sebaya dan yang lebih rendah darinya.”

Diantara faidah mengetahui ilmu ini adalah agar seseorang dapat terhindar dari memahami bahwa dalam sanad tersebut terjadi keterbalikan atau menduga bahwa siperawi lebih rendah ketimbang perawi sebelumnya, mengingat biasanya rawi yang  menyampaikan hadits lebih tinggi derajatnya atau lebih tua umurnya ketimbang rawi yang menerimanya. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata:

أَمَرَنَارَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمْ أَنْ نُنَزِّلَ النَّاسُ مَّنَازِلَهُم.

Artinya: Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menempatkan manusia pada tempatnya masing-masing.[5]

agar tidak diduga atau disangka bahwa didalam sanad hadits itu terdapat penukaran atau pembaikan karena kebiasaan yang berlaku adalah riwayat rawi kecil dari rawi besar.[6]

 

B.   RIWAYATU’SH-SHAHABAH ‘ANI’T-TABI’IN ‘ANISH-SHAHABAH

Riwayatu’sh-shahabah ‘ani’t-tabi’in ‘anish-shahabah adalah periwayatan seorang sahahaby yang diterima dari seorang tabi’iy, sedang tabi’iy ini menerima dari seorang shahaby pula. Umpamanya, Abu Hurairah menerima hadits dari Ka’bil Ahbaar yang menerima dari Ibnu ‘Abbas. [7]

Sebagian muhadditsin mengingkari wujudnya periwayatan semacam ini, disebabkan kalau terjadi seorang sahabat meriwayatkan dari seorang tabi’iy, itupun hanya merupakan riwayat israiliyat (dongeng-dongeng ke-yahudian 
) saja atau hadits mauqup. Tetapi pengingkran ini tidaklah kena, sebab walaupun tidak banyak. Dapat kita buktikan adanya periwayatan semacam itu. Antara lain hadits yang ditakhrijkan oleh imam Bukhary melalui sanad-sanad Ismail bin Abdullah, Ibrahim bin Sa’ad,  Shahih bin Kaisan, Ibnu Syihab, Sahal bin Sa’ad ra, Marwan bin Hakam (Tabi’iy) dari Zaid bin Tsabit ra yang mengabarkan :

Ibnu  Sa’ad as-Sa’idy adalah seorang sahabat, Marwan bin Hakam adalah seorang sahabat ada;ah seorang tabi’iy  dan Zaid Tsabit adalah seorang sahabat.[8]

Ahli-ahli hadits telah meneliti riwayat-riwayat yang sedemikian ini, dan kedapatan ada sejumlah dua puluh hadits.[9]

Al- Khathieb dan Al-Iraqi telah menyusun kitab yang berisi dengan hadits-hadits yang sedemikian riwayatnya. Diantaranya, hadits yang diriwayatkan oleh As Sa’ib ibn Yazid Ash Shahabi dari Abdur Rahman Al-Qari At Tabi’iy dari Umar ibn Al-Khathab, dari Nabi saw

مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ اَوْعَنْ شَيْئٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِى مَا بَيْنَ صَلَاةِ اْلفَجْرِ وَصَلَاةِ الظَّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَاَ نَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ.

Artinya: “Barang siapa tidur hingga ketinggalan hizibnya, atau sedikit dari padanya, maka ia membaca diantara sembahyang shubuh dan sembahyang Dhuhur niscaya allah tuliskan baginya, seolah olah ia telah membaca dimalam hari juga” ( H.R. Muslim 1:27 )[10]

DAFTAR PUSTAKA

Hasbi Ashshiddiqy M., pokok-pokok ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang : Jakarta, 1994

Hasan Al-Mas’udi HafizMinhatul MugitsAl- Hikmah : Surabaya, 2001

 

Muttaqin Zainul, Uluumul Hadits, Titian Ilahi Press : Yogyakarta, 1997

Muhammad Syakir  Ahmad, Ta’liq Ahmad Muhammad Syakir ‘ala Alfiyatis Sayuthi, Beirut : lebanon, 1997

Nuruddin’ itr, Ulum Al-Hadits,PT.Remaja Rosdakarya Offset: Bandung,1994

Rahman Fatchur,ikhtishar mustalahahul hadits, PT Alma’arif : Bandung, 1974

 




[1] Drs. Zainul Muttaqin, Ulumul Hadits, (Titian Ilahi Press: Yogyakarta, 1997), hal. 210

[2] Hafidh Hasan Al Mas’udi, Minhatul Mugits(Al hikmah : Surabaya, 2001) hal.32-33

[3] Dr. Nuruddin’ itr, Ulum Al-Hadits,(PT.Remaja Rosdakarya Offset: Bndung 1994),hal.142

[4] Drs. Fatchur Rahman,Ikhtisar Mushthalahul Hadits(,Alma’rif: Bandung 1974)hal,266-288

[5] Drs. Fatchur Rahman,Ikhtisar Mushthalahul Hadits(,Alma’rif: Bandung 1974)hal,266-288

[6] Drs. Zainul Muttaqin, Ulumul Hadits,( Titian Ilahi Press: Yogyakarta, 1997) hal, 211

[7] Prof. Dr. T. M. Hasbi  Ash Shiddieqy,Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits,(PT. Bulan Bintang: Jakarta 1994)hal,111

[8] Drs. Fatchur Rahman,Ikhtisar Mushthalahul Hadits(,Alma’rif: Bandung 1974) hal.269-270

 

[9] Ahmad Muhammad Syakir, Ta’liq Ahmad Muhammad Syakir ‘ala Alfiyatis Sayuthi, (Beirut: lebanon, 1997)

[10] Prof. Dr. T. M. Hasbi  Ash Shiddieqy,Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits,(PT. Bulan Bintang: Jakarta 1994)hal,111

 

Posting Komentar untuk " RIWAYATU’L-AKABIR ‘ANI’L-ASHAGHIR"